growsafetyinstitute.co.id – Penerapan K3 menjadi tanggung jawab dan kewajiban pemilik perusahaan konstruksi. Dalam hal ini, penerapan K3 dilakukan paling awal sebelum proses pembangunan dilakukan. Dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) akan dibahas mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan pelaksanaan gaji, keselamatan, dan kesejahteraan pekerja. Pemilik perusahaan konstruksi harus sepenuhnya sadar mengenai pentingnya K3 dalam proses konstruksi. Disebutkan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 bahwa setiap pekerja berhak dan dijamin mendapat perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan. Pada pasal 12 Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan dan kesehatan kerja, kewajiban dan hak tenaga kerja adalah sebagai berikut:
- Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja
- Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan
- Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwadjibkan
- Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan yang diwadjibkan
- Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai, pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan
Dalam perencanaan konstruksi, banyak hal yang harus dilakukan dengan matang, salah satunya ialah keselamatan dan kesehatan kerja. Risiko kecelakaan bisa terjadi kapan saja baik kecelakaan ringan, sedang, hingga kecelakaan yang dapat merenggut nyawa pekerja konstruksi. Tidak hanya manusia sebagai pekerja, tetapi juga unsur-unsur lain pendukung proyek konstruksi seperti alat-alat berat dan material. Bidang konstruksi memiliki risiko kecelakaan yang tinggi jika dibandingkan dengan jenis pekerjaan lainnya. Oleh karena itu, K3 atau keselamatan dan kesehatan kerja harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan proyek konstruksi.
Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja tentunya memiliki kendala-kendala yang biasa dihadapi dalam pelaksanaan PKB mengenai penerapan K3, diantaranya yakni:
- Kurangnya pemahaman pekerja mengenai isi PKB
- Penanganan keselamatan kerja tidak maksimal
- Kebijakan yang tidak tegas
Cara mengatasi kendala pertama tersebut bisa dilakukan dengan pembinaan dan sosialisasi antara perusahaan dengan para pekerja dengan musyawarah. Mengenai kendala kedua, hal tersebut merupakan indikasi bahwa tindakan pencegahan kecelakaan tidak berhasil dilakukan dan harus segera dilakukan perbaikan metode. Untuk solusi permasalahan ketiga, yakni dengan memberikan sanksi kepada pekerja apabila terjadi ketidakdisiplinan pekerja selama bekerja.
Selama proses konstruksi, jika terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan maka pengawas maupun pekerja hendaknya melakukan upaya persuasif kepada perusahaan konstruksi agar melaksanakan kewajibannya menjamin terkait K3. Apabila upaya tersebut gagal, maka pengawas bisa melapor ke pihak berwenang. Hal tersebut perlu dilakukan untuk memastikan adanya tindakan perusahan dalam menjamin alat-alat K3 dan sistem manajemen K3 di lokasi konstruksi dengan baik.
Di Indonesia, penerapan K3 dalam proses konstruksi masih terbilang rendah dan minim. Banyak perusahaan yang enggan menerapkan K3 dalam proses konstruksi bangunan karena alasan biaya yang mahal dan keterbatasan. Hal tersebut tentunya sangat timpang dengan undang-undang yang mengatur tentang K3 dimana keselamatan merupakan hak pekerja yang dijamin oleh perusahaan konstruksi. Pada tahun 2018 angka kecelakaan kerja mencapai 173.105 kasus, meningkat dari tahun sebelumnya yaitu sebanyak 123.041 kasus. Dengan data tersebut, terbukti bahwa kesadaran akan pentingnya K3 masih sangat rendah. Oleh karena itu, kita sebagai calon insinyur muda harus memperbaiki keadaan ini dengan mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam dunia konstruksi di masa depan.
Penulis: Rino Praditya – Tenaga Ahli K3 Konstruksi PT. GSI Selamat Indonesia
Editor: Dinda Putri Azizah